JAKARTA - Ketua Badan Penyuluhan dan Pendampingan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila Jakarta Selatan, Dr. (C) Daniel Dohar Pakpahan, SH, MH, mengatakan RKUHP urgent bagi kehidupan bernegara dan keberadaannya cukup demokratis.
“Saya melihat RKUHP urgent bagi kehidupan bernegara dan keberadaannya tidak bertentangan dengan demokrasi. Kebebasan mengemukakan pendapat dilindungi oleh Konstitusi sepanjang itu dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, ” kata Daniel, di Jakarta (11/08/2022).
Draft RUU KUHP versi terbaru yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menurut pandangannya tidak perlu menjadi polemik di dalam masyarakat.
Dalam Pasal 218 yang menjadi bahan perbincangan hangat mengenai Menyerang Harkat dan Martabat Presiden/Wakil Presiden atau biasa disebut Pasal Penghinaan Presiden, Daniel menjelaskan perbedaan mengenai mengkritik dan menghina yang siknifikan.
“Saya pribadi melihat adanya perbedaan yang siknifikan antara kata mengkritik dan menghina. Mengkritik itu menyampaikan pendapat secara kritis berdasarkan bukti dan fakta yang ada yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum untuk kemajuan bersama, sedangkan menghina adalah ungkapan yang menista, tidak sesuai bukti dan fakta, cenderung emosional dan destruktif, ” tambahnya.
Dia melanjutkan, dalam penjelasan RUU KUHP juga disebutkan, yang dimaksud dengan ‘menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri’ pada dasarnya merupakan penghinaan yang menyerang nama baik atau harga diri Presiden atau Wakil Presiden di muka umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah.
Ketentuan ini tidak bermaksud untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah.
Ia mengingatkan kepada seluruh masyarakat tak boleh lakukan penghinaan apalagi kepada Presiden.
“Karena dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, tidak boleh terjadi penghinaan Baik pada Masyarakat pada umumnya, Apalagi kepada Presiden yang merupakan Simbol Negara, ” tutupnya. (Mr)